Angka pengangguran memang tidak bisa dihitung secara tepat. Meskipun demikian, disebutkan di mana-mana, angka pengangguran di Indonesia termasuk sangat tinggi. Bahkan tertinggi di ASEAN. Mengapa menganggur? Pertanyaan ini bisa mengundang perdebatan. Sebab, salah satunya karena definisi tentang pengangguran sendiri sangat luas. Menurut definisi umum, orang mempunyai kesibukan yang produktif tetapi tidak mempunyai pekerjaan formal bisa dikategorikan sebagai 'pengangguran tidak kentara'. Saya lebih setuju yang harus kita sebut sebagai pengangguran adalah mereka yang tidak mempunyai pekerjaan, baik formal maupun non-formal. Doing nothing, earning nothing. Bener-bener jobless. Pengangguran dalam batasan inilah yang saya maksudkan dalam tulisan ini.
Celakanya, di antara pengangguran itu, sebagiannya adalah orang-orang terpelajar. Berapa jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi (Diploma, S1, S2, S3) silahkan Anda lacak sendiri. Angka-angka memang variatif, tetapi Anda pasti tercengang. Ternyata sangat banyak.
Terhadap fenomena (dan fakta) ini, institusi pendidikan banyak mendapat sorotan. Mungkin memang ada benarnya institusi tersebut harus bertanggung jawab terhadap produknya. Tetapi, menurut saya, yang paling menentukan adalah subyeknya sendiri, orang yang ngganggur itu. Kok gitu...?
Iya. Kenapa orang lain bisa dapat pekerjaan (penghasilan), tapi dia kok tidak? Kalo males nyangkul, ya ngeblog kek. Contohnya tuh, Bung Isnaini. Dengan ngeblog, penghasilannya tidak kalah dari pengawai negeri. Masih banyak lagi blogger yang awalnya sulit mendapat pekerjaan, tetapi dengan terjun di dunia internet, malah ngasih pekerjaan orang. Keren kan...?
Internet menjadi salah satu peluang untuk mengurangi angka pengangguran. Itu kalau si penganggur itu mempunyai semangat juang yang tinggi dan intelektualitas yang otentik, seharusnya tidak boleh ada lulusan perguruan tinggi nganggur.
Ada banyak peluang di Internet. Tergantung Anda menyikapinya. Intinya, kalau tamat kuliah masih nganggur, berarti bodoh.
(Maaf, jangan tersinggung dengan kata 'bodoh'. Maksud saya hanya supaya kita semua menjadi termotivasi. Saya tahu tidak ada orang suka dikatakan bodoh, kecuali kalau bener-bener bodohnya nggak ketulungan. Saya juga sadar kalau tidak semua penduduk Indonesia dapat (dan bisa) mengakses internet. Jangankan internet, listrik saja belum ada. Kalau terjebak di daerah seperti ini, teman-teman tetap harus semangat dan inovatif. Bikin kripik singkong misalnya. Itu semua dapat mengurangi angka pengangguran.)
Rabu, 11 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar